Oleh Masyhari, Pembina UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon
RUMAHBACA.ID – Siapa yang tidak kenal Aguk Irawan MN. Budayawan yang berasal dari Lamongan ini merupakan penulis produktif. Buku yang ditulisnya didominasi oleh novel biografi tokoh dan ulama. Beberapa novel karyanya telah diadopsi menjadi film layar lebar.
Selain menulis novel, Aguk juga aktif menulis kolom opini atau artikel di media massa nasional, seperti Kompas, Republika, dan lain sebagainya.
Aguk merupakan tokoh muda NU dan pernah mendapatkan amanah sebagai pengurus Lesbumi PBNU (2015-2021), dan kini (2020-2025) masuk jajaran pengurus MUI Pusat bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam.
Aguk Irawan merupakan seorang doktor dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Disertasinya diterbitkan oleh Pustaka IIMAN dengan judul “Akar Sejarah Etika Pesantren di Nusantara” (2018).
Sebelumnya, Aguk juga pernah menekuni kerja bidang penerjemahan buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Aguk memperoleh S1 di Universitas Al-Azhar, Mesir. Beberapa buku hasil terjemahannya diterbitkan di Penerbit Navila, Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Aguk aktif juga pernah aktif di LKiS, sebuah komunitas diskusi dan penerbitan.
Pada tanggal 2 Januari 2021, saya pernah mengadakan sebuah perbincangan dengan Aguk Irawan melalui Zoom. Rekaman video acara tersebut saya tayangkan di YouTube Kang Masyhari.
Dalam kesempatan tersebut saya tanyakan tentang jumlah karyanya secara keseluruhan. Aguk mengaku belum sempat menghitungnya. “Tulis, dan lupakan,” katanya. Perkiraan, karya tulis yang dihasilakan berjumlah sekitar 100-an buku.
Merintis Pesantren dan Sekolah Literasi
Saat ini, Aguk Irawan aktif mengasuh sebuah pondok pesantren bernama Pesantren Kreatif Baitul Kilmah. Sesuai dengan namanya, pesantren yang berlokasi di Pajangan Bantul Yogyakarta ini punya program unggulan bidang literasi, mulai dari dari kajian buku, pelatihan intensif menulis, menerjemah, hingga menerbitkan buku secara mandiri.
Para santri di sana, dilatih menerjemahkan teks kitab-kitab berbahasa Arab, juga menulis buku secara aktif dan rutin. Buku-buku tersebut diterbitkan secara mandiri. Alhasil, para santri yang saat itu didominasi oleh para mahasiswa itu bisa hidup mandiri, tidak mengandalkan kiriman dari orang tua.
Tidak hanya itu, pesantren tersebut juga dibangunnya secara mandiri, tidak menggantungkan uluran bantuan melalui proposal kepada pemerintah ataupun donasi dari swasta. Dia bangun pesantren dari hasilnya bekerja sebagai seorang penulis kreatif dan produktif.
Belakangan ini, Aguk juga merintis sekolah formal, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah vokasi yang didirikannya diberi nama SMK Peradaban Desa. Sekolah yang mulai beroperasi pada pendaftaran tahun pelajaran 2021/2022 membuka jurusan informasi dan komunikasi dengan bidang keahlian multimedia dan literasi.
Di SMK Peradaban Desa, berdasarkan informasi di websitenya, juga diprogramkan bahasa Inggris ala Pare Kediri, Bahasa Arab ala Amtsilati, dan bahasa Kawi/Caraka ala Dinas Bali. Program yang terakhir disebut ini harus diapresiasi secara khusus, mengingat bahasa Kawi sudah banyak dilupakan oleh penutur bahasanya sendiri.
Program literasi berupa menulis buku dan menerjemahkan kitab. Yang menarik, setiap semester, ada program penerbitan buku mandiri karya tulis peserta didiknya. Sampulnya juga didesain oleh para peserta didik. (Bersambung)
[…] Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan bagian 1 dengan judul yang sama. Untuk melihat tulisan bagian 1, silakan klik di sini. […]
Baik dan inspirasi..