Oleh Masyhari, Pembina Sahabat Literasi IAI Cirebon, Founder Sobat Literasi Nusantara
Rumah Baca – Siapa yang tak kenal Gus Rijal Mumazziq Zionis? Kalau belum kenal, sini saya kenalin. Nama lengkapnya Rijal Mumazziq Zionis. Saat ini, pria yang akrab disapa Gus Rijal ini menjabat sebagai rektor Institut Agama Islam Al Falah As Sunniyah (INAIFAS) Kencong Jember. Kampusnya sebenarnya tidak lebih saya kenal daripada rektornya. Gus Rijal memiliki segudang pengalaman di dunia penulisan dan jurnalistik. Dia pernah menjadi redaktur di AULA, majalah PW NU Jawa Timur, dan pernah menjabat sebagai ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN), lembaga di bawah nanungan NU yang konsen di dunia kepenulisan dan penerbitan, cabang kota Surabaya. Selain itu, Gus Rijal juga seorang bakoel boekoe dan direktur penerbit Imtiyaz.
Memang, saya sendiri baru mengenalnya secara online melalui facebook Rijal Mumazziq Z. Berdasarkan catatan yang direkam fb, kami berteman secara online sejak Maret 2015. Sejak itu, saya biasa membaca tulisan-tulisan renyahnya yang bertebaran di dinding facebook. Kumpulan tulisannya di fb pernah diterbitkan oleh penerbit Quanta, PT Elex Media Komputindo grup Kompas Gramedia dengan judul Kiai Kantong Bolong (2017). Tulisan-tulisannya berupa artikel populer juga bertebaran di sejumlah situs online seperti di Alif.id, jatim.nu.or.id, Mojok.co, Harakah.id, Rumahbaca.id, dan lain sebagainya.
Meskipun baru kenal secara online dan belum sekali pun kopdar dengan Gus Rijal, saya merasa ada kedekatan secara emosional dengannya. Ini mungkin bagian dari tanda karamah kewalian kehebatan Gus Rijal. Orangnya humble dan mudah akrab dengan siapa pun, setahu saya. Gus Rijal ini teman sekelas Miftahus Surur ketika kuliah di IAIN Surabaya. Miftahus Surur adalah teman saya sekolah dan nyantri di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah (Tabah) Kranji Paciran Lamongan. Jadi, Gus Rijal adalah temannya teman saya. Semoga saya diaku sebagai santrinya.
Gus Rijal ini bisa dibilang royal. Meski baru kenal secara online, sudah beberapa kali saya dikirimi buku secara cuma-cuma, di antaranya buku Kiai Kantong Bolong, Shalawat Nariyah; Sejarah dan Khasiatnya (2020) karya Dr. Alvian Iqbal Zahasfan, MA yang diterbitkan di Imtiyaz, dan Khidmah Keummatan KH Syafawi Ahmad Basyir, karyanya sendiri. Lah, kok malah bahas Gus Rijal? bakal dapat kirim buku gratis lagi ini. Iya, supaya para pembaca yang belum kenal jadi kenal, gitu loh.
Nah, beberapa waktu yang lalu, saya mengundangnya secara online di Channel Youtube Kang Masyhari. Tayangan videonya secara lengkap bisa Anda tonton di sini. Saya sengaja mengundangnya secara online untuk ngaji literasi, meskipun saya berharap suatu saat bisa ngaji secara langsung. Dalam kesempatan tersebut saya selaku tuan rumah sekaligus host banyak bertanya dan mendapatkan pencerahan terkait rahasia mudah menulis ala Gus Rijal.
Gus Rijal, dalam kesempatan tersebut menyebutkan sejumlah jurus mudah menulis. Gaya tersebut dikatakannya sebagai gaya Gus Dur dalam menulis. Apa saja resep rahasianya itu? Simak ulasan berikut.
1. Tulis apa yang kita sukai
Bagi sebagian orang, menulis itu pekerjaan yang sulit. Nah, agar menulis tidak terasa sulit, kita bisa memulainya dari yang kita sukai. Rumus umum, bila seseorang suka pada suatu pekerjaan, ia akan mudah melakukannya tanpa merasa terbebani. Jika kita menulis apa yang kita sukai, kita akan merasa mudah dan lancar mengerjakannya.
Jika kita suka atau hobi mancing, tulislah apa saja yang terkait dengan permancingan. Jika kita hobi berkebun dan bertani, tulislah apa saja terkait dengan perkebunan dan pertanian. Jika kita hobi makan atau memasak, tulislah apa saja tentang kuliner. Jika kita suka membaca buku, tulislah ulasan buku yang telah kita baca dalam sebuah resensi. Jika kita hobi nonton pertandingan sepak bola, tulislah apa saja tentang bola. Bahkan, kalau kita suka dengan musik dangdut, kita tulis apa saja tentang dangdut. Apa pun objek yang kita tulis, yakinlah akan ketemu pembacanya. Jangan kita membatasi diri, karena kuatir tulisan kita tidak akan dibaca oleh orang, apalagi jika tulisan kita bagus.
Bahkan, kata Gus Rijal, ada seorang guru besar dari University of Pittsburg Amerika Serikat, Prof. Andrew N. Weintraub, BA, MA, Ph.D, yang konsen melakukan riset dan menulis tentang dangdut, sehingga dikenal sebagai pakar atau profesor bidang musik dangdut.
2. Tulis apa yang kita kuasai
Sudah sewajarnya seseorang menulis apa yang diketahui dan dikuasainya. Kalau tidak tahu, apa yang mau ditulis? Jika kita seorang guru, pendidik atau dosen, tulislah tentang pendidikan, bidang yang kita ketahui dan kuasai. Dengan begitu, kita akan lebih mudah menulis di bidang pendidikan, dan tulisan kita akan lebih mudah diterima oleh pembaca.
Gus Dur misalnya, kata Gus Rijal, menulis di bidang yang dikuasai dan tidak menulis di luar koridor yang dikuasainya. Gus Dur menulis tentang budaya karena beliau paham betul soal budaya. Kalau menulis soal fikih, karena beliau paham fikih. Kalau menulis soal politik, karena Gus Dur pakar bidang politik.
Seorang guru bimbingan konseling di sekolah bisa menulis tentang pengalamannya bersama para murid yang menjadi pasiennya sehari-hari. Seorang guru IPA menulis apa saja tentang pendidikan IPA. Seorang praktisi hukum menulis apa saja tentang hukum. Seorang dosen fikih bisa menulis apa saja tentang hukum Islam. Seorang ibu rumah tangga menulis apa saja tentang mengurus rumah, tips dan kiat-kiat menjadi orang tua hebat. Seorang dokter bisa menulis apa saja tentang profesi kedokteran yang ditekuninya. Seorang perawat bisa menulis apa saja tentang keperawatan.
Ini bukan berarti seorang guru tidak boleh menulis tentang politik, atau budayawan tidak boleh ngomong soal pendidikan. Ini adalah soal agar lebih mudah menulis, tulislah yang dikuasai. Asalkan seseorang menguasai atau minimal mengetahui, ia sah-sah saja menulis tentang apa saja yang diketahuinya.
3. Memiliki Sosok Idola yang bisa di-ATM
Sosok idola sangat penting dalam bidang apa pun. Gus Rijal menyebut sejumlah profesi, misalnya sepak bola. Seorang pemain bola pemula sebaiknya punya tokoh idola, mulai dari di tingkat lokal, nasional, hingga dunia. Dalam dunia lukis misalnya, Pablo Picasso banyak mempengaruhi lukisan surealis, begitu juga dengan Affandi. Begitu juga dengan Basuki Abdulloh, pelukis realis yang banyak mempengaruhi para pelukis setelahnya.
Lantas apa itu ATM? ATM adalah singkatan dari amati, tiru dan modifikasi. Teknik ATM sebenarnya bi(a)sa dipakai dalam berbagai bidang, khususnya dalam dunia kreatif. Dan kita tahu, menulis adalah termasuk dalam dunia kreatif.
Seorang penulis pemula seharusnya punya sosok penulis idola yang bisa diikuti gayanya dalam menulis. Misalnya saja dalam menulis novel, Habiburrahman El Syirazy atau Kang Abik, dalam sebuah kata pengantar novelnya, mengaku banyak dipengaruhi oleh penulis terkemuka dari Amerika. Ia juga dipengaruhi oleh Ahmad Tohari dalam gaya bertutur dan narasi. Gaya menulis Ahmad Tohari begitu indah dan memukau, misalnya dalam novelnya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
Yang dimaksud dengan amati dalam konteks kepenulisan yaitu banyak membaca karya tulis orang lain, baik berupa potongan tulisan ataupun buku. Ini senada dengan yang disampaikan oleh Eni Ratnawati, bahwa penulis yang baik adalah seorang pembaca yang baik. Ibarat sebuah teko, ia tidak akan bisa mengisi cawan-cawan yang kosong dengan air, jika teko itu tidak berisi air. Jika kita ingin menulis sastra, kita harus banyak membaca buku sastra. Kang Aguk Irawan Mn dalam satu obrolan menyarankan hal serupa. Katanya, seorang yang ingin menulis satu buku harus membaca sedtidaknya 50-100 buku. Semakin banyak buku yang kita baca, semakin kaya dan berkualitas tulisan yang kita hasilkan. Kualitas tulisan kita menunjukkan seberapa banyak buku yang kita baca.
Banyak sekali penulis hebat yang bisa kita baca dan tiru gaya penulisannya. Penulis yang paling direkomendasikan oleh Gus Rijal yaitu Mahbub Junaedi. Tulisannya menurut Gus Rijal sangat enak pembahasannya, uraiannya dan dalam mengakhiri tulisan. Gaya Mahbub Junaedi khas. Pilihan diksinya sangat memikat dan tidak boros kata. Kalimat-kalimat yang digunakannya sangat efektif. Gaya bertuturnya mirip dengan Gunawan Mohammad dalam catatan pinggirnya. Hanya saja, gaya tulisan Gunawan itu terlampau padat dan terlampau filosofis, walaupun cakupan bahasannya sangat luas dan selalu disertai dengan referensi. Selain Mahbub Junaidi, ada Gus Dur dan Kang Jalal (Jalaluddin Rahmat) yang sangat direkomendasikan Gus Rijal bagi para (calon) penulis.
Apa saja yang kita amati dari para penulis idola itu?
Yang pertama adalah gayanya dalam membuat judul. Bagaimana cara penulis idola kita membuat judul? Yang efektif, menarik, yang memancing emosi dan keingintahuan calon pembaca, dan juga menggambarkan keseluruhan isi. Yang kedua adalah mengamati bagaimana cara penulis idola kita dalam membuka paragraf awal. Yang ketiga, kita amati dalam membangun struktur tulisan. Dan yang keempat, bagaimana cara penulis idola kita mengakhiri tulisan.
Setelah membaca buku, hal yang kita lakukan selanjutnya yaitu tiru. Buku bacaan, sedikit banyak akan mempengaruhi pembacanya. Bila kita ingin menjadi seorang penulis novel dengan gaya bertutur renyah dan kadang bercanda seperti Andrea Hirata, kita harus banyak membaca novel-novelnya.
Banyak sekali para penulis di dunia dan Indonesia yang memiliki penulis idola. Tulisan-tulisan mereka dipengaruhi oleh buku-buku yang mereka baca. Sebut saja misalnya, kata Gus Rijal, Aoyama Gosho, penulis serial komik Jepang Detective Conan, memiliki penulis idola, yaitu Sir Arthur Conan Doyle, penulis serial Sherlock Holmes. Saking sukanya dengan idolanya, sampai nama tokoh utama dan judul serial komiknya diberi nama Conan, penulis idolanya. Gaya menulis, bercerita dan alur tulisan, Aoyama Gosho banyak dipengaruhi oleh Sir Arthur Conan Doyle.
Nah, setelah kita mengamati dan meniru gaya penulis idola kita, agar tulisan kita terhindar dari cap plagiat karena diangga menjiplak, yang selanjutkan kita lakukan adalah modifikasi. Memang, meniru atau menjiplak ada yang bisa ditolerir dan diperbolehkan, ada pula yang tidak ditolerir. Meniru dalam gaya bertutur biasanya tidak masuk dalam kategori plagiasi.
Meniru ide dan gagasan bisa masuk dalam kategori plagiasi, meskipun bagi sebagian kalangan masih bisa ditolerir dengan catatan gaya penuturan dan bahasa yang digunakan sudah dimodifikasi. Nyatanya, ada sejumlah penulis pernah terkena cap menjiplak karena idenya dianggap mirip dengan penulis sebelumnya, meskipun diungkapkan dengan bahasa dan gaya bertutur yang berbeda.
Maka, yang dimaksud dengan meniru dalam tulisan ini yaitu meniru gaya bertutur, bukan menjiplak (copas) tulisan dengan apa adanya dan menganggapnya sebagai tulisan kita. Meniru dalam pembahasan ATM ini adalah dengan memodifikasi dan mengungkapkan kembali dengan bahasa kita sendiri. Semoga bermanfaat.
:::::::::
*) Minat bergabung dalam komunitas kepenulisan, silakan klik Sobat Literasi Nusantara.